Makan, Doa, dan Cinta

Tiga kata di atas adalah terjemahan langsung dari Eat, Pray, and Love. Sebuah film yang sempat menghebohkan tanah air beberapa waktu silam dikarenakan aktris utamanya, Julia Roberts, melakukan syuting di beberapa lokasi di Bali pada penghujung tahun 2009.

[UNSET] Hollywood actress Julia Roberts, second from left and co-star Javier Bardem, left, act out a scene for their film "Eat, Pray, Love"  at a beach in Pecatu, Bali, Indonesia on Wednesday, Oct. 21, 2009. (AP Photo/Firdia Lisnawati) INDONESIA - JULIA ROBERTS

saya diberitahu GNFI kalau trailernya sudah bisa dilihat di Youtube.

 

SUTRADRA: Ryan Murphy PRODUSER: Brad Pitt, Dede Gardner; PENULIS NASKAH: Ryan Murphy, Jennifer Salt; PEMAIN:Julia Roberts (Elizabeth Gilbert), Javier Bardem (Felipe), Richard Jenkins (Richard), Viola Davis (Delia)

SINOPSIS

Memasuki usia 30 tahun, Gilbert telah mendapatkan semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern, yaitu seorang pendamping hidup, rumah mewah, dan karier yang cemerlang. 

Namun, semua itu tak membuatnya bahagia. Gilbert yang ambisius justru menjadi panik, sedih, dan bimbang menghadapi kehidupannya. Gilbert merasakan pedihnya perceraian, depresi, kegagalan cinta, dan kehilangan pegangan dalam hidupnya.

Untuk memulihkan dirinya, Gilbert pun mengambil langkah yang cukup ekstrem. Dia meninggalkan  pekerjaan dan orang-orang yang dikasihinya untuk melakukan petualangan seorang diri berkeliling dunia.

Bagi seorang perempuan yang berpenampilan menarik, perjalanan solo ini jelas petualangan seru. Makan, doa, dan cinta adalah catatan kejadian di bulan-bulan pencarian jati dirinya itu.

Dalam petualangannya itu, Gilbert menetapkan tujuan ke tiga tempat berbeda. Di setiap negara, ia meneliti aspek kehidupan dengan latar budayanya masing-masing.

Italia menjadi tempat tujuan pertamanya. Di negeri nan elok ini, Gilbert mempelajari seni menikmati hidup dan bahasa Italia. Tak lupa, ia juga mengumbar nafsu makannya dengan menyantap aneka masakan Italia yang enak-enak. Wajar saja jika kemudian bobot tubuhnya pun bertambah 12 kilogram.

Dari Italia, Gilbert bertolak menuju India. Di negeri ini dia mempelajari seni devosi atau penyerahan diri di sebuah Ashram atau padepokan Hindu. Ia menghabiskan waktu empat bulan untuk mengeksplorasi sisi spiritualnya.

Akhirnya, Bali menjadi tujuan terakhirnya. Di Pulau Dewata inilah wanita matang ini menemukan tujuan hidupnya, yakni kehidupan yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan ketenangan batin.

Ia menjadi murid seorang dukun tua bernama Ketut Liyer yang juga seorang pelukis dan peramal lewat bacaan garis tangan. Gilbert juga bersahabat dengan Nyoman, penjual jamu tradisional Bali.

Dan yang terpenting, di Bali, Gilbert yang sudah apatis dan merasa tak akan pernah lagi bisa berhubungan romantis dengan lelaki mana pun, akhirnya malah menemukan kembali cinta sejati pada diri Felipe, pria separuh baya asal Brasil yang jauh lebih tua darinya.

Pada akhirnya, saya berharap bahwa kita tidak hanya menumpukan harapan pada apresiasi penonton terhadap film ini sehingga mendapatkan promosi gratis akan keelokan alam Bali. Lebih jauh, saya berharap sineas-sineas Indonesia justru akan membuat karya yang lebih baik dan membuat dunia bahkan lebih terkesima. Semoga.

Yunani Kuno dan Minangkabau

Tulisan ini begitu menggugah, saya tidak tahan untuk membaginya kepada semua. Maaf kalau ada yang merasa ini re-post, jujur saya baru membacanya.  (Akhiruddin Panyalai)

Oleh Andrinof A Chaniago

Pengajar di Universitas Indonesia

570px-Laocoon_Pio-Clementino_Inv1059-1064-1067.jpg Antara kehidupan Yunani Kuno dan Minangkabau, terdapat jarak waktu pemisah lebih dari duapuluh abad lamanya. Melihat pencapaian luar biasa dari bangsa Yunani Kuno, juga bukan hal yang setara untuk membandingkannya dengan Minangkabau yang hanyalah sebuah suku bangsa diantara duaratusan suku bangsa di Indonesia. Tetapi, jika melihat sejarah tokoh-tokoh pemikir terkemuka berikut warisan karya-karya pemikir dari kedua masyarakat ini, kita akan menemukan sesuatu yang relevan untuk dibandingkan.

Sama dengan sikap hidup individu orang Minangkabau, masyarakat Yunani Kuno menyukai kehidupan yang bebas dan merdeka. Selain itu, keduanya dikenal dengan masyarakat yang haus akan pengetahuan. Sebagian orang Yunani Kuno juga suka merantau. Namun, di sini mulai tampak perbedaan mereka dengan orang Minang. Orang-orang Yunani Kuno pergi merantau karena sebagian besar tanah mereka gersang dan tandus. Dengan demikian, motif orang-orang Yunani Kuno pergi merantau semata-mata untuk ekonomi. Semenara bagi orang Minang, merantau bukan semata-mata untuk tujuan ekonomi, melainkan juga untuk belajar hidup, sebagaimana bisa kita lihat dari beberapa pepatah Minang.

sum_minangkabau Tanah di wilayah fisik-geografis orang Minang adalah tanah yang subur, karena memiliki lahan lapisan vulkanik yang luas dan memiliki bukit-bukit yang ditumbuhi tanaman lebat yang membuat bukit-bukit itu sebagai ”prasarana” irigasi alami bagi lahan pertanian di dataran rendah. Dari sumber air yang berasal dari ruas pegunungan Bukit Barisan itu, bukan saja padi dan tanamanpalawija yang tumbuh sehat, tetapi juga bermanfaat untuk membesarkan ternak hewan dan membudidayakan ikan air tawar. Bahkan, dengan sumber air yang datang dari pegunungan itu yang kemudian ditampung oleh Danau Maninjau dan Danau Singkarak, daerah ini menjadi tempat produksi listrik yang biaya produksinya hanya seperlima dari listrik yang diproduksi oleh sistem pembangkit batu bara ataupun gas. Selain itu, sejalan dengan watak ekspansionis modal, beberapa sumber air alami di Sumbar itupun menjadi sumber produksi air kemasan yang populer dengan nama air mineral. 

Baca lebih lanjut