Bidadari – Episode 3

lanjutan episode sebelumnya…

Posisi bantal kubetulkan, aku ingin tidur secepatnya sehingga dapat bangun shubuh lebih awal.

Banyak sekali nashihah yang kuperoleh dari liqa’ malam ini. Mulai dari cara bersikap saat makan, posisi tidur, sampai sikap pada pasangan hidup. Walah, pikiranku kembali melayang pada Bidadari. Sudah berapa lama ya, aku tidak melihatnya? Seabrek kegiatan di ‘komunitas’ku yang baru sedikit banyaknya menyita waktu. Kantin labor sudah jarang kukunjungi. Entah sudah berapa bunga di taman yang telah berganti daun tanpa kuketahui. Entah sudah berapa kali pemandangan Bidadari yang tangannya sedang menari-nari di atas kertas kulewatkan. Aku merindukan pemandangan itu, aku merindukan Bidadari…

Esoknya di kantin Labor…

flower1“Lagi nyari apa sih, Fan?” sergah Razi. Seakan tak peduli mataku tetap kelirang keliring menyapu ruangan kantin, berharap menemukan sosok berjilbab panjang yang sedang memegang pulpen sembari memainkan jemarinya di atas kertas note. Tapi, Bidadari tetap tak kutemukan. Dimana ya, gerangan?

“Woi, ngapain sih lu?” Razi barangkali sudah gerah dengan sikapku yang cukup mengganggu aktivitas sarapannya itu. dan demi menuntaskan rasa penasarannya, ia kembali memburuku dengan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya.

“Fan, gua pingin tanya sesuatu, dan sebenarnya dah lamaaaa sekali gua mau nanya ini ke elo” Razi memulai interogasinya. Sadar dengan sikap serius Razi, akupun mulai menata pandanganku kembali.

“Ya, apa itu?”

“Fan, salah satu bukti kekuasaan Allah adalah Dia-lah Sang Pembolak-balik hati manusia. Dia yang menentukan kepada siapa Dia memberikan hidayah-Nya dan siapakah di antara orang-orang yang diberi hidayah itu yang terbuka hatinya lalu memohon ampun kepada-Nya. Gua yakin hal itu, karena gua sudah liat sendiri yang terjadi sama elo Fan. Gua masih ingat betapa keras hati-nya lo waktu dulu-dulu gua ngajakin gabung liqa‘, dengan segala penjelasan yang gua berikan, tapi tetap ajaaa lo gak terpengaruh, yang ada malah lo debat sama gua bahwa menurut lo beragama itu tidak harus melalui simbol-simbol tapi cukup dipandang sebagai hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhannya. Lalu siapa kira, tiga minggu yang lalu dengan tidak disangka-sangka lo datang ke gua dan bilang kalo lo mau gabung ke liqa‘…. Subhanallah Fan…Subhanallah, itulah hidayah Allah, itula kekuasaannNya…Allahuakbar”

sedikit tersipu, aku mengangguk.”Ya Zi, gua sendiri takjub”

kemudian Razi melanjutkan kata-katanya.

Baca lebih lanjut