Bidadari – Episode 2

lanjutan dari kisah sebelumnya….

hijab1 (1)Benar-benar. Baru kali ini aku bisa dibuat begitu terpana pada seorang gadis. Masih teringat dengan jelas setiap detil apa yang dilakukannya di kantin siang itu. Tampak jelas kalau si Bidadari ini adalah seorang akhwat. Yap, mulai sekarang aku memberinya nama : Bidadari, persis seperti bayangan yang terlintas saat pertama kali melihatnya. Bidadari adalah seorang yang supel, itu bisa dilihat dari banyaknya teman-teman yang berburu untuk selalu dekat dengannya. Pasti ia adalah seorang yang ramah, tiap tutur katanya menyejukkan hati, tidak ada makian, yang ada hanya nasehat dan kata-kata menghibur. Cara berjalannya memperlihatkan keanggunan seorang wanita. Tidak menggal-menggol seperti kebanyakan gadis-gadis metropolitan di sinetron. Namun gadis ini berjalan pasti, namun gesit. Pandangan kerap ditundukkan apalagi ketika bertemu lawan jenis. Ucapan salam dan senyuman ramah tak luput dari setiap pertemuan dengan teman-temannya. Dan yang membuatku tak habis pikir, ia lebih suka berlama-lama terbenam dalam buku-buku ketimbang membicarakan artis atau band-band favorit seperti kebanyakan teman yang lain.

Selintas aku teringat ucapan Razi beberapa waktu silam.

“Wanita yang baik-baik untuk pria yang baik-baik”

“Apa?” aku bertanya

“Ya. Itu ada dalam Al-Quran lho. Artinya, kalo lo mengaharapkan wanita baik-baik jadi pasangan lo, pertama lo mesti liat dulu apa lo dah jadi pria baik-baik atau belum?” kala itu Razi menjelaskan. Dan kala itu pula, aku hanya menganggapnya sebagai angin lalu saja. Toh, aku belum bertemu seseorang yang mampu meluluhkan hatiku. Toh aku belum bertemu Bidadari.

Lain cerita dengan keadaan sekarang. Kata-kata Razi kembali menggaung di kepalaku. Sungguh dahysat firman Allah. Tidak adil rasanya jika hanya wanita yang dituntut untuk menjaga perilaku, tutur kata dan akhlaknya. Lelakipun diharapkan demikian. Sungguh, jika ada seorang wanita yang begitu luar biasa indah akhlaknya, tak pantas baginya mendapatkan pendamping seseorang dengan kadar iman pas-pasan. Tak salah lagi, hatiku telah luluh, mencair oleh sekali tatapan saja, sungguh luar biasa pesonanya. Tapi, apakah aku telah jadi pria baik-baik sehingga berani mengharapkan Bidadari?

Baca lebih lanjut